KOMODIFIKASI NUANSA RAMADHAN PADA BUDAYA POPULER AMERIKA

Muhammad Fithratullah. S.S. M.A

Pentingnya Ramadhan dalam Budaya Populer Indonesia

Ramadhan, bulan suci umat Islam, telah menjadi momen penting dalam budaya populer Indonesia. Di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Ramadhan bukan sekadar periode keagamaan, tetapi juga telah menjadi bagian integral dari budaya. Fenomena menarik terjadi pada bulan ini: transformasi nilai budaya menuju nilai-nilai Islam. Namun, apakah ini benar-benar transformasi atau komodifikasi? Karl Marx memperkenalkan konsep komodifikasi, di mana segala sesuatu, termasuk budaya, bisa menjadi produk dengan nilai di pasar. Dalam konteks ini, budaya Ramadhan di Indonesia mengalami transformasi menjadi komoditas yang memiliki nilai tukar di pasar.

Baca juga : Fostering Critical Thinkers: Are Teachers in Higher Education Ready for Project-Based Learning?

Bulan Ramadhan menjadi saat di mana nilai-nilai budaya berubah mengikuti semangat keagamaan. Di Indonesia, pergeseran ini terlihat jelas dalam iklan produk. Roland Barthes menyatakan bahwa iklan membawa kode dan simbol yang memiliki makna dalam sistem budaya yang lebih luas. Fenomena transformasi nilai budaya ini tercermin dalam iklan-iklan franchise dari Amerika seperti KFC, McDonald, dan Coca-Cola, yang mengadaptasi suasana Ramadhan tanpa kehilangan jejak budaya populer.

Komodifikasi dalam Iklan Ramadhan

Iklan menjadi media utama bagi perusahaan untuk berkomunikasi dengan konsumen. Dalam konteks Ramadhan, iklan-iklan dari merek internasional seperti KFC, McDonald, dan Coca-Cola bertransformasi menjadi lebih Islami. Hal ini terlihat dari penyajian iklan yang menonjolkan nilai-nilai Ramadhan, seperti kebersamaan keluarga saat berbuka puasa atau menu khas Ramadhan dalam paket-paket yang ditawarkan. Meskipun begitu, budaya populer masih tetap terlihat dalam iklan-iklan tersebut, dengan menampilkan elemen-elemen kekinian seperti busana modern atau suasana kota metropolitan.

Iklan KFC, misalnya, tetap menampilkan adegan kehidupan modern dengan sentuhan religius melalui penampilan wanita berbusana hijab dan menu ayam rendang. Begitu pula dengan iklan McDonald yang menghadirkan suasana berbuka puasa di restoran mereka, menonjolkan elemen Islami dengan tetap mempertahankan suasana populer yang biasa terlihat dalam kehidupan sehari-hari di kota besar. Coca-Cola pun tidak ketinggalan, menggeser fokus dari kehidupan dinamis remaja menjadi momen kebersamaan keluarga yang lebih dekat dengan nuansa Ramadhan.

Baca juga : PSG Vs Monaco: Mbappe Cetak Gol, Les Parisiens Menang 5-2

Tujuan Transformasi Budaya dalam Iklan Ramadhan

Melalui komodifikasi budaya dalam iklan, tujuan utama perusahaan adalah membangun citra positif produk mereka di kalangan mayoritas Muslim di Indonesia. Transformasi nilai budaya menjadi lebih Islami tidak hanya untuk menyesuaikan dengan suasana Ramadhan, tetapi juga untuk mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk tersebut. Dalam konteks pasar yang didominasi oleh masyarakat Muslim, perusahaan sadar akan pentingnya menyajikan produk mereka dengan nilai-nilai yang dapat diterima dan diidentifikasi oleh konsumen. Oleh karena itu, perubahan nilai budaya dalam iklan menjadi strategi untuk meningkatkan minat dan penjualan produk di bulan suci Ramadhan.